Rabu, 28 November 2012

Ex-PSK = Sikap Kita


(gambar ilustrasi diambil dari static.republika.co.id)

Ketika mendengar kata PSK, yang ada dalam benak kita adalah perempuan nakal, germo, lokalisasi, dan lainnya yang berhubungan dengan praktek prostitusi. PSK sendiri adalah kepanjangan dari pekerja seks komersial, saya kira semua orang suda tahu. Bukan partai sejahtera dan keadilan. Hehehe
PSK sebenarnya adalah sebutan yang lebih halus dari pada pelacur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pelacur berasal dari kata “lacur” yang mempunyai arti “buruk laku”, sedangkan pelacur mengaju kepada pelakunya. Tidak perlu saya jelaskan dengan detil makna dari kata PSK, pelacur, pecun, atau perempuan sundal, karena semua mengarah pada satu makna, penjaja seks. Lalu bagaimana dengan para mantan PSKnya? Saya tidak akan membahas kehidupan para mantan PSK, tetapi tulisan saya disini bertujuan untuk menghimbau pembaca dan masyarakat umum agar membuka kesempatan bagi mantan PSK menjalani kehidupan yang lebih baik setelah berkelut dalam dunia prostitusi. Melihat realita dalam kehidupan sehari-hari dimana masyarakat masih belum bisa menerima mantan PSK  untuk hidup sejajar bersama masyarakat umum walaupun dalam teori nilai toleransi, saling menghargai sudah ada, mereka tetap masih dianggap hina dan dipergunjingkan. Melihat di Indonesia standar ganda masih berlaku antara penjaja seks dan pelanggannya. Saya mengawali tulisan ini dengan menulis cuplikan-cuplikan sejarah prostitusi atau pelacuran dalam kancah  dunia terlebih dahulu.
Harus diakui bahwa praktek prostitusi ada dalam setiap negara di dunia dengan sejarah dan latar belakang yang berbeda. Di Indonesia sendiri prostitusi atau pelacuran mempunyai sejarah yang berbeda dengan negara lain, walaupun sekarang yang namanya prostitusi ini dipandang sebagai hal yang buruk. Dalam sejarah dunia pelacuran tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan suatu peradaban, Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja katolik Roma, ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat "selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya". Pada zamannya, pelacuran memang dinilai sebagai hal yang hina dan menjijikkan, namun dibalik itu semua masyarakat percaya bahwa pelacuran dapat mencegah pemerkosaan terhadap kaum perempuan baik-baik oleh lelaki.
Dalam suatu teori yang lain dijelaskan pula bahwa pada zaman Romawi, Yunani kuno, Babilonia, Mesir Kuno, Palestina kuno terdapat suatu model pelacuran yang disebut dengan “pelacur kuil” dimana penghasilan sang pelacur diserahkan kepada para pendeta untuk membangun kuil atas dasar kepercayaan bahwa mereka akan mendapatkan rahmat dari sang dewi (Ihsan:2004:130).

Singkat saja prostitusi ini berkembang dengan pesat di eropa, bahkan digunakan sebagai ajang bisnis yang dilegalkan. Di eropa kita mengenal tempat-tempat prostitusi seperti Daily Planet di Australia yang mempunyai saham dan diperdagangkan secara legal sejak 2003. Bahkan memperoleh penghargaan Australian Adult Industry Awards dari pemerintah. Selanjutnya adalah Pascha, tempat prostitusi di Jerman yang mempunyai gedung berlantai 12, dalam sehari mereka bisa melayani 1000 pelanggan. Ketiga adalah  Bordels Mobiles de Campagne di Prancis, jasa ini diberlakukan untuk para tentara Prancis yang lama “berpuasa” pada masa Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2. Mereka menjajakan diri dengan truk-truk trailer yang berisi 10 PSK. Dan sampai sekarang cara ini tetap dipergunakan untuk menjangkau tempat terpencil. Dan masih banyak lagi tempat-tempat prostitusi di kawasan “barat” yang memang benar-benar dilegalkan.
Sedangkan dalam kawasan bangsa timur, yang dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai harga diri (virginitas) tidak menutup kemungkinan adanya praktek prostitusi. Pada awal masyarakat Islam, munculnya harem tidak bisa dipisahkan dari pelacuran, siapa yang kaya ia akan membeli budak-budak perempuan untuk dijadikan pembantu  sekaligus teman tidurnya. Walaupun pelacuran jelas-jelas dilarang oleh pemerintah kala itu diam-diam para budak wanita banyak yang dipekerjakan sebagai pelacur (Ihsan;2004;131). Di Jepang kita mengenal geisha sebagai salah satu praktek prostitusi, sementara tempat prostitusi yang terkenal di Jepang adalah Soapland, yang pelayanannya diberikan di lokasi-lokasi lampu merah.
Indonesia sendiri mempunyai sejarah sendiri terkait prostitusi. Awal dari adanya pelacuran di Indonesia diawali pasa masa kerajaan-kerajaan di Jawa, dimana perdagangan perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal (Hull;1997;1-22). Raja pada masa itu dianggap sebagai penguasa penuh terhadap kehidupan rakyatnya. Semakin banyak selir yang dimiliki oleh raja, semakin kekuasaannya diakui. Beberapa selir itu adalah puteri-puteri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan atau puteri-puteri dari kerabat raja yang ingin menjaga hubungan baik dengan kerajaan. Oleh karena itu, status perempuan kala itu adalah sebagai barang upeti (barang antaran) dan selir. Sementara pada masa penjajahan Hindia Belanda di Indonesia telah terjadi sistem pergundikan, dimana para lelaki pejabat Belanda memiliki perempuan pribumi sebagai pembantu sekaligus teman tidur. Dan sistem pergundikan ini menuai kontroversi di dalam pemerintahan Hindia Belanda sendiri.
Sekarang Indonesia sendiri memiliki prestasi di bidang prostitusi, ­lokasi Dolly yang merupakan tempat prostitusi terbesar di asia tenggara dengan jumlah PSK mencapai ribuan jiwa. Praktek prostitusi ini turut andil dalam perputaran roda perekonomian masyarakat setempat, dari mulai tukang ojek, tukang angkot, pedagang kaki lima bahkan tukang parkir. Bayangkan jika tempat ini di hapuskan, berapa ribu orang yang akan kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran. Tidak bisa dipungkiri bahwa bisnis ini mempunyai dampak yang luar biasa di bidang ekonomi.
Sebenarnya dalam sejarah dunia, pelacuran tidak selalu dinilai buruk. Pada masa bangsa terdahulu, pelacur justru menempati kedudukan terhormat. Mereka memberi pengaruh yang cukup besar dalam dunia politik, seni, sumber inspirasi puisi dan mode pakaian. Mereka memilih profesi pelacur, karena waktu itu profesi ini menjadi satu-satunya jalan terbaik untuk meraih kekayaan dan gengsi sosial dalam masyarakat yang dikuasasi oleh kaum laki-laki (Wakhudin;2006). Tetapi, di antara bangsa-bangsa Kuna, hanya pada masa Yunanilah pengakuan tertinggi disematkan bagi pelacur. Oleh masyarakat Yunani Kuna, mereka mendapat julukan hetaerae (Ihsan;2004;132).
Dalam salah satu website Indonesia yakni kapanlagi.com  memberitakan lima orang pelacur yang mampu mengubah imej masyarakat terhadapnya dan ikut andil dalam perubahan sejarah dunia. Pertama Rahab the Harlot (1400 SM) dari Jericho, pelacur berhati emas yang jasanya diabadikan dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kedua Aspasia (470 - 400 SM) dari Yunan, pelacur nomor satu (hetaerae) yang menikah dengan Pericles (orang nomor satu di Athena pada masa itu), Aspasia dan Pericles menjadi pusat perhatian seluruh ahli filsafat di Athena termasuk Socrates yang menjadikan mereka sebagai guru dan sumber inspirasi.
Ketiga Theodora, sang Permaisuri (abad ke 5 Masehi), sejarah mengingat Theodora sebagai istri dan wakil pimpinan dari Kaisar Justinian Agung, pimpinan kerajaan Roma Timur yang paling dipuja pada jamannya. Namun Theodora tidak dilahirkan sebagai seorang permaisuri. Sepeninggal sang ayah (baca:meninggal,red.), Theodora, ibu dan dua saudara perempuannya jatuh miskin. Untuk melanjutkan hidup, ibu Theodora mengirim tiga anak perempuannya yang tidak punya pilihan lain selain menjadi seorang pelacur. Namun bagi Theodora yang tidak mempunyai bakat dalam menyanyi, berjoget, ataupun bermain instrumen musik, membuatnya menjadi wanita penghibur paling kacau di seluruh Konstantinopel. Pada suatu hari, Theo bertemu dengan pria yang mengaku bernama John yang ternyata adalah Kaisar Justinian. Di sinilah awal Theodora menjadi permaisuri yang menjadi partner sang kaisar dalam memimpin kerajaan. Selama kepemimpinannya itu, Theodora pelacur yang menjelma menjadi seorang permaisuri ini menindak tegas pelaku pemerkosaan dengan hukuman mati dan membantu menetapkan hak kepemilikan properti untuk perempuan di seluruh Kerajaan Roma Timur. Kendati dengan statusnya sebagai permaisuri, Theodora tidak pernah melupakan asalnya. Pada jamannya, dia dikenal sebagai teman para rakyat miskin dan salah satu orang yang berpengaruh besar terhadap sejarah hak perempuan. Keempat Nell Gwynn (1650-1687), mantan pelacur yang menjadi selir Raja Charles II ini meyakinkan sang raja untuk membangun rumah sakit Royal Hospital yang diperuntukkan untuk korban perang di London, yang sampai sekarang masih berdiri di ibu kota Kerajaan Inggris.
Terakhir adalah Georgina Beyer (1957-sekarang), seorang mantan waria yang beroperasi kelamin menjadi perempuan ini telah menjadi walikota transgender pertama di dunia pada tahun 1995. Lima tahun kemudian Georgina menjadi anggota parlemen di negara New Zealand.
Dalam buku berjudul Dolly, kisah pilu yang terlewatkan” karangan Cornelius Prastya RK dan Adi Darma memaparkan kisah-kisah yang menjadikan perempuan-perempuan di Indonesia harus terjun ke dalam dunia prostitusi. Mereka datang dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda. Dari buku ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun perempuan yang mempunyai mimpi ataupun cita-cita menjadi seorang pelacur, namun karena latar belakang ekonomi rendah dan pendidikan yang minim mereka terpaksa mengorbankan harga diri. Curahan hati para pelacur di Dolly yang berhasil di tulis dalam buku ini berisi keinginan para PSK untuk kembali menjalani hidup dengan normal seperti perepuan pada umumnya, namun lagi-lagi karena pandangan dan stigma negatif yang sudah melekat pada diri mereka membuat masyarakat enggan bahkan tidak mau menerima mereka. Pada intinya, setiap manusia pernah melakukan kesalahan, kita sebagai manusia harus bisa dan mau menerima mereka (baca;mantan PSK) sebagai manusia normal seperti kita semua yang mendambakan hidup aman dan damai bersama keluarga, tetangga dan masyarakat luas. Bukanlah menjadi hak kita dalam mengadili seseorang terhadap apa yang sudah mereka perbuat. Allah SWT saja Maha Pemaaf, bagaimana kita sebagai manusia yang juga tidak lepas dari kesalahan dan dosa. Mari kita hidup damai dengan saling menghargai dan toleransi sebagai perwujudan akhlakul karimah, yang akan menjadikan hidup manusia menjadi selaras dan harmonis.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar